A. Pengertian
Dekrit berasal dari bahasa Latin, yaitu decernere yang
artinya mengakhiri, memutuskan, atau menentukan. Sedangkan pengertian dekrit
presiden adalah suatu keputusan yang diambil oleh seorang presiden untuk
mengambil tindakan-tindakan dalam situasi darurat dan berkekuatan hukum tetap.
Dekrit presiden 5 Juli 1959 adalah dekrit yang dikeluarkan oleh
presiden RI pertama, yakni Ir. Soekarno.
B. Latar Belakang
Pada pemilu I tahun 1955 rakyat selain memilih anggota DPR juga
memilih anggota badan Konstituante. Badan ini bertugas menyusun Undang-Undang
Dasar sebab ketika Indonesia kembali ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
sejak tanggal 17 Agustus 1950 menggunakan Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
Sejak itu pula pula negara kita menerapkan Demokrasi Liberal dengan sistem
Kabinet Parlementer. Pertentangan antar partai politik seringkali terjadi.
Situasi politik dalam negeri tidak stabil dan di daerah-daerah mengalami
kegoncangan karena berdirinya berbagai dewan, seperti Dewan Banteng, Dewan
Gajah, Dewan Garuda, Dewan Manguni, dan Dewan Lambung Mangkurat. Daerah-daerah
tersebut tidak lagi mengakui pemerintahan pusat dan bahkan mereka membentuk
pemerintahan sendiri, seperti PRRI dan PERMESTA.
Karena keadaan politik yang tidak stabil maka Presiden Soekarno
mengemukakan konsepnya yang dikenal dengan “Konsepsi Presiden” pada tanggal 21
Februari 1957 yang isinya sebagai berikut:
1. Sistem Demokrasi Liberal
akan diganti dengan Demokrasi Terpimpin
2. Akan dibentuk “Kabinet Gotong Royong” yang
menteri-menterinya terdiri atas orang-orang dari 4 partai besar; PNI, Masyumi,
NU, dan PKI
3. Pembentukan Dewan Nasional yang terdiri atas
golongan-golongan fungsional dalam masyarakat. Dewan ini bertugas memberi
nasihat baik diminta ataupun tidak.
Partai-partai Masyumi, NU, PSII, Katholik, dan PRI menolak
konsepsi ini. Kondisi politik di Indonesia semakin memanas. Gerakan-gerakan di
daerah kemudian memuncak dengan pemberontakan PRRI dan PERMESTA.
Sidang Konstituante berlangsung beberapa kali. Dimulai sidang
pertama di Bandung tanggal 10 November 1956. Tapi sampai akhir tahun 1958,
Badan Konstituante belum juga merumuskan dan menetapkan UUD yang baru.
Kegagalan Badan tersebut dikarenakan adanya dua kepentingan dari
golongan yang berbeda, yaitu golongan Islam dan golongan Nasionalis. Kedua
golongan tersebut masing-masing bersikukuh pada pendiriannya sendiri sehingga
tidak dapat membuat suatu rumusan apapun untuk rancangan UUD. Dengan demikian,
dapat dikatakan bahwa badan Konstituante telah gagal membentuk UUD yang baru.
C. Tujuan
Tujuan dikeluarkan dekrit adalah untuk menyelesaikan masalah
negara yang semakin tidak menentu.
D. Dikeluarkannya Dekrit
Presiden
Kegagalan Badan Konstituante dalam merumuskan rancangan UUD
telah melahirkan suatu gerakan yang menyerukan kembali lagi ke UUD 1945 baik
dalam bentuk pawai, rapat, maupun demonstrasi yang berlangsung di berbagai
wilayah Indonesia. Merespons aspirasi yang berkembang di masyarakat, Presiden
Soekarno memberikan saran dan ide agar kembali ke UUD 1945 yang mendapat
dukungan dari pimpinan ABRI yaitu Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution.
Pada tanggal 22 April 1959, di depan sidang konstituante,
Presiden Soekarno menganjurkan kembali kepada UUD 1945 sebagai UUD RI.
Menanggapi pernyataan Presiden Soekarno, tanggal 30 Mei 1959 konstituante
mengadakan sidang pemungutan suara. Hasil pemungutan suara menunjukkan bahwa
mayoritas anggota konstituante menginginkan kembali berlakunya UUD 1945. Namun,
jumlah suara tidak mencapai 2/3 dari anggota konstituante seperti yang
diisyaratkan pasal 137 UUDS 1950. Pemungutan suara diulang kembali tanggal 1
dan 2 Juni 1959, tetapi juga mengalami kegagalan dan tidak mencapai 2/3 dari
jumlah suara yang dibutuhkan. Dengan demikian, sejak tanggal 3 Juni 1959
Konstituante mengadakan reses (istirahat).
Dalam situasi dan kondisi seperti ini, beberapa tokoh partai
politik mengajukan usul kepada Presiden Soekarno agar mendekritkan berlakunya
kembali UUD 1945 dan membubarkan konstituante. Pemberlakuan kembali UUD 1945
merupakan langkah terbaik untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan nasional.
Oleh karena itu, pada tanggal 5 Juli 1959, Presiden Soekarno mengeluarkan
Dekrit Presiden. Isi dekrit tersebut sebagai berikut:
1. Pembubaran Konstituante
2. Pemberlakuan kembali UUD 1945 dan tidak
berlakunya UUDS 1950
3. Pembentukan MPRS dan DPAS dalam waktu yang
sesingkat-singkatnya
E. Dampak Dikeluarkannya Dekrit
Dampak dikeluarkannya dekrit ini di antaranya:
1) Bidang Politik
Soekarno memegang kendali
penuh atas Indonesia. Semua lembaga negara harus berintikan Nasakom yakni ada
unsur Nasionalis, Agama, dan Komunis.
2) Bidang Ekonomi
Pemerintah menerapkan ekonomi
terpimpin, yakni kegiatan ekonomi terutama dalam bidang impor hanya dikuasai
orang-orang yang mempunyai hubungan dekat dengan pemerintah.
3) Bidang Sosial Budaya
Pemerintah melarang
budaya-budaya yang berbau barat dan dianggap sebagai bentuk penjajahan baru
atau Neo Kolonialis dan Imperialisme sebab dalam hal ini pemerintah lebih
condong ke blok Timur.
F. Penyimpangan-Penyimpangan
Sejak Dekrit Presiden 5 Juli 1959, negara Indonesia berdasarkan
UUD 1945. Masa ini disebut masa Orde Lama. Banyak terjadi
penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan. Sistem pemerintahan tidak dijalankan
sesuai dengan UUD 1945.
Penyimpangan-penyimpangan itu diantaranya:
1. Presiden mengangkat ketua
dan wakil ketua DPR, MPR, dan MA serta wakil ketua DPA menjadi menteri negara.
2. MPRS menetapkan Soekarno
sebagai presiden seumur hidup.
3. Presiden mengeluarkan
produk hukum yang setingkat undang-undang tanpa persetujuan DPR.
4. Presiden membubarkan DPR
hasil pemilu karena berselisih dengan pemerintah mengenai RAPBN untuk tahun
1961. Dan pada saat itu, DPR menolak mengesahkan RAPBN tersebut. Kemudian
Presiden membentuk DPR-GR (DPR Gotong Royong). Komposisi keanggotaan DPRGR tidak
didasarkan atas pertimbangan kekuatan partai yang dihasilkan pemilu tetapi
diatur sedemikian rupa oleh presiden.